First Love Never Dies

Selama ini saya selalu berpikir bahwa first love bukanlah orang yang pertama kali kita sukai, atau orang yg pertama kali kita cium atau peluk. Tapi orang pertama yang tidak pernah beranjak dari hati kita. Dia selalu punya tempat tersendiri. Tidak mengganggu keadaan namun takkan pernah terlupakan.

Saya kira, saya sudah move on dari Raffi dan dia bukanlah cinta pertama saya lagi. Namun hari ini, pada senin sore yang mendung 4 hari sebelum hari ulang tahunnya, kami bertemu lagi setelah 7 tahun lamanya. Dan dia kembali memegang title sebagai cinta pertama saya, yang sebelumnya sudah digantikan oleh Galih.

Tidak ada hujan tidak ada petir, tiba-tiba dia mengirimkan DM mengajak saya ngopi. Awalnya saya pengen geer, tapi lalu saya berpikir "oh mungkin bgini cara bergaulnya orang Bandung" kebetulan Raffi kuliah di Bandung dan baru sidang bulan kemarin.

Dan tetap saja, hati saya berdegub. Bahkan sejak dua hari sebelum bertemu dengannya. Hari ini, saya resah sepanjang hari, takut gagal lagi seperti Haikal kemarin. Kali ini saya lebih pede dengan kulit saya. Sudah lebih bersih setidaknya. Saya mengenakan pakaian yang rapih, lotion, parfum, lipstik, dan tas selempang pink yang cantik. 

Saya membawa tissue basah, tissue kering, headset, hand sanitizer, bahkan lap kacamata juga. Benar2 mempersiapkan diri agar tidak terlihat berantakan. Sesampainya disana, saya parkir di samping sebuah motor beat warna biru putih, saya melepas jaket lalu memasukannya ke jok motor. Saya menyempatkan melihat spion sebentar untuk memeriksa jilbab dan masker saya. 

Saya berjalan dengan santai dan percaya diri, ternyata disana sepi. Saya memasuki pintu masuk dan melihat-lihat menunya. Saya pesan milkshake matcha seharga 28 ribu rupiah. Lalu saya sempat berdiri melihat-lihat sekeliling. Sebenarnya saya bingung mau duduk dimana wkwkw. Setelah memasukan kembalian ke tas, saya beranjak ke luar untuk mencari tempat duduk.

Kursi dan meja panjang kayu di arah jam 11 menarik perhatian saya. Saya pun duduk disana, memeriksa jam dan ponsel. Clingak clinguk mencari dia namun entah saya buta atau apa dia tidak pernah terlihat di pandangan saya. Beberapa menit setelah duduk disana, saya baru saja ingin mengambil headset untuk mendengarkan lagu namun tiba-tiba saya ingin menengok ke sebelah kiri dan seorang pria melambaikan tangannya. Ternyata dia sudah datang duluan. 

"Astaga, sial! Berarti daritadi dia merhatiin gw dong" ucap saya dalam hati kaget campur kesal, namun respon yang saya berikan padanya hanya melambai balik sambil terlihat senang seolah2 berkata "hai!"

Ya begitulah manusia. Apa yang ditunjukan belum tentu apa yang dipikirkan atau rasakan.

Komentar pertama yang dia ucapkan adalah "rapih bgt kayak guru anjir" sebenernya itu bukan komentar yang ingin saya dengar, namun mulut saya secara spontan menjawab "kan emg gw org pendidikan" sambil menarik bangku untuk duduk.

Lalu begini kira2 obrolan kami :

D : udah lama disini?

R : udah

D : loh kok gk bilang? lu DM gk tdi?

R : enggak, enggak emg sengaja kok gw mau nyampe duluan.

D : ohhh (namun dalam hati saya bergumam "padahal kan gw yg tdinya pengen nyampe dluan")

R : lu apa tadi? pendidikan? pendidikan apa?

D : pendidikan komputer

R : emg lu kuliah dmna?

D : UNS. Solo

Obrolan dimulai begitu mudahnya, dan berjalan dengan sangat santai. Ada beberapa momen kami terdiam sejenak, mungkin saling berpikir topik apa yang harus dibahas selanjutnya, namun di setiap keheningan yang muncul, tidak ada rasa canggung di antara kami berdua. Cukup diam dan menatap sekeliling, melihat orang-orang, pohon dan menikmati suasana cafe rasanya nyaman2 saja. 

"Nah begini harusnya kalo ngobrol sm org yg cocok" gumam saya, yang tiba2 teringat rasa canggung luar biasa saat saya dan Haikal hanya saling diam di mobil. sampai2 dia bilang "kok kita diem doang sih" padahal apa salahnya sih memang menikmati jalan dan langit saat dalam perjalanan.

Kembali ke Tjahaja Cafe tempat saya dan Raffi bertemu, dia sempat bertanya kenapa saya tidak mau dijemput. Karena ternyata dia adalah orang yang tidak suka sendiri. Kemana-mana harus ada teman. "Wahh 11 12 sm fandy nih" ucap saya dalam hati.

Dia menunjukan foto mantan pacarnya yang baru putus 3 bulan lalu. Juga menunjukan SIM dan menawarkan pas photo nya😂 jelas saya tolak, karena kalau saya terima bukankah bakal jadi kode besar kalau saya suka padanya?!

Beberapa menit setelah mengobrol, saya mengetahui bahwa dia suka nonton film dan serial TV. Kesukaannya adalah yang berbau zombie. 

"Udah mulai rame ya kalo malem" ucap saya sambil melihat bangku-bangku cafe yang satu persatu mulai terisi. 

"Emang kalo cafe tuh ramenya malem2 kayak gini tau" jelasnya tanpa membuat saya keliatan norak karena tidak pernah ke cafe. 

Sepanjang percakapan, saya melihat adanya kesamaan dan perbedaan antara saya dan dirinya. Namun, saya selalu menempatkan diri sebagai teman bicara yang asik. Begitupun dia. Sehingga segala perbedaan itu tidak terasa seperti masalah besar. Kami saling menanyakan perspektif masing-masing dan memahami satu sama lain.

Kami mengobrol sekitar 2 jam sambil menikmati suasana cafe dan dia beberapa kali mengisap pod rasa banana apa gitu saya juga lupa. Tapi saya perhatikan, setiap kali ia menghembuskan asap pod nya, dia selalu menghadap ke atas sehingga asapnya tidak mengenai saya. Ah, kenapa sih dia selalu bikin saya jatuh cinta. Bahkan warna hp nya pun warna biru seperti saya. Apakah ini pertanda? Oke cukup. Saya sampai disana sekitar pukul 16.44 dan meninggalkan cafe pukul 18.52, itupun karena sebenernya saya kebelet pipis dan langit sudah memberi tanda akan hujan lewat beberapa gluduk dan kilat yang sering kali bikin saya istighfar, Rafii juga mengernyitkan matanya setiap kali cahaya kilat muncul.  Saya juga sempat mengintip pesan whatsapp dari mama yang menanyakan saya sudah shalat maghrib apa belum.

"Balik yuk" ajak saya.

"Yuk" lalu dia bergegas memasukan hp, liquid dan podnya. Saya pun memakai masker dan mengambil kunci motor dari tas. 

"Lu kuat tuh minum sampe 2 gitu?" tanyanya sambil menunjuk milkshake matcha dan sebotol le minerale yang saya beli di indomaret sebelum menuju cafe.

"manusia air?" tanyanya lagi. Sebenarnya saya ingin tertawa namun malah menjawab "kuat, mulai tahun ini gw lgi ngebiasaan buat sering minum air putih"

"ohh gitu?" sahutnya. 

Ia pun berdiri duluan dan berjalan menuju pintu keluar, 

R : "gw tinggi banget ya" 

D : "emg tinggi lu brpa tadi? gw lupa"

R : "179"

D : " gw aja cuma 158, 160 aja gk nyampe wkwk"

Sesampainya di parkiran, ternyata pemilik beat biru putih itu adalah dirinya. Berarti daritadi motor kita sejejeran ya hehehe. Yaudah gak penting.

Kami berpisah di gerbang Bumi Mutiara, di perjalanan pulang sambil menahan kebelet saya merasa bersyukur, karena hari ini gerak gerik saya terasa sangat natural dan saya tidak melakukan kecerobohan apapun hahaha. Sulit tau' bagi saya untuk tidak menjadi lupaan, menjatuhkan barang atau kesandung :(

Sesampainya dirumah, hal pertama yang saya lakukan pastinya buang air kecil lalu shalat maghrib. Pertemuan tadi rasanya damai sekali, tidak bikin saya sakit perut lagi karena nervous. Saya sangat menikmati setiap detiknya. Memperhatikan caranya bicara, memandang, tertawa, mengisap pod nya, bahkan caranya bilang "hah?" saat suara saya gak kedengeran. 

Sambil menulis cerita ini, saya memutar radio lagu berdasarkan lagu Heather,lagu yang tadi sempat dia tanyakan judulnya saat diputar di Cafe. Tiba-tiba ada DM masuk darinya yang bertanya apakah saya dimarahi atau ditanyai oleh orang tua saya😂 Sungguh sore yang menyenangkan. Oke sepertinya saya harus mengakhiri cerita ini, karena kucing saya entah kenapa lagi nempel2 terus dan minta ditemani.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pertemuan Kedua

Gagal Lagi

New Plan (?)